Pada dasarnya setiap manusia terlahir sebagai insan pembelajar. Menyukai dan mempelajari sesuatu hal baru adalah fitrah manusia. Semangat mempelajari hal baru atau pengalaman baru telah ada sejak bayi dilahirkan. Dimulai dari belajar menyampaikan sesuatu lewat tangisan, belajar mengenali orang tuanya, belajar mengunyah makanan padat, dan seterusnya hingga dari bayi pun berubah menjadi anak, remaja, bahkan manusia dewasa.
Semua pengalaman belajar yang dirasakan anak, ditambah pola asuh yang diterapkan orang tua selama ini, akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter serta perkembangan minat belajar anak pada masa selanjutnya. Pengalaman belajar yang baik yang terus dipupuk serta dikembangkan akan sangat membantu anak dalam mengembangkan motivasi belajarnya. Sebaliknya, pengalaman belajar yang kurang menyenangkan ditambah respon-respon kurang tepat yang diberikan secara terus-menerus dari orang dewasa yang ada di sekitar anak, akan berpotensi mengurangi motivasi dan minat anak dalam belajar serta dalam mengeksplorasi segala potensi yang dimilikinya, terlebih saat anak mengalami kesulitan atau hambatan belajar tertentu, dia mungkin akan lebih memilih menyerah daripada mengatasai kesulitan atau hambatan belajarnya.
Memiliki anak yang selalu bersemangat dan senang belajar, apalagi bisa berprestasi dan membanggakan kedua orang tua, pastilah merupakan dambaan setiap orang tua di dunia. Meskipun targetnya bukanlah untuk meraih prestasi tinggi semata, beberapa hal di bawah bisa dilakukan oleh semua orang tua agar anak mereka bisa selalu terjaga motivasi belajarnya.

1. Tanyakan selalu “Belajar apa yang paling menyenangkanmu hari ini?” setiap anak pulang sekolah.
Dengan sering ditanya seperti itu, memori anak akan terus berusaha mengingat hal-hal baik dan menyenangkan yang terjadi di sekolah, bukan sebaliknya. Efek lainnya dari pertanyaan itu adalah saat anak sedang belajar di sekolah, dia akan selalu mencari hal-hal yang menyenangkan dari setiap pelajaran untuk diceritakan kembali kepada orang tuannya di rumah. Jika anak sudah diliputi rasa senang terhadap aktivitas belajar, maka sesulit apapun pelajaran yang dia hadapi pasti akan dia lalui tanpa menyerah.

2. Berikan alasan atau argumentasi yang mudah dipahami anak mengapa suatu pelajaran penting untuk dikuasai.
Untuk memperkuat motivasi belajar anak, para orang tua harus pintar-pintar mengaitkan setiap pelajaran yang harus dikuasai anak dengan manfaat yang akan diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari jika menguasai mata pelajaran tersebut. Misalnya untuk pelajaran Matematika, orang tua bisa memberikan argumentasi seperti : “Jika kamu pandai berhitung, menjumlahkan, mengurangi dan sebagainya akan membuat kamu tidak tertipu saat berbelanja, misalnya harusnya kembaliannya sepuluh ribu karena kamu tidak bisa berhitung dikasih seribu aja kamu terima, kan rugi jadinya karena kamu kehilangan yang sembilan ribunya..”.

3. Kondisikan lingkungan rumah (fisik dan psikis) agar selalu ada dalam kondisi yang hangat dan menyenangkan untuk anak.
Para ahli psikologi anak dan juga para pakar pendidikan telah sepakat bahwa anak akan mampu menerima dan menyerap pelajaran dengan optimal jika anak berada dalam situasi yang menyenangkan. Sebagai orang tua, sudah menjadi tugas kita untuk selalu menyediakan lingkungan perkembangan (terutama di rumah) yang membuat anak merasa nyaman serta terlindungi. Dengan lingkungan yang menyenangkan baik secara fisik (tata ruang kamar atau tempat belajar anak yang rapi dan sebagainya), dan terutama secara psikis dimana orang tua selalu bisa menjadi motivator bagi anak untuk belajar dan mengembangkan segala potensinya, diharapkan dapat memupuk semangat dan gairah belajar anak di rumah.

4. Berikan selalu pujian saat anak terlihat bersungguh-sungguh dalam mempelajari sesuatu, dan bukan pujian saat anak berprestasi saja.
Sampai dengan saat ini masih banyak orang tua yang “pelit” memberikan pujian pada anak. Pujian baru mereka berikan hanya jika anak meraih prestasi dan membanggakan kedua orang tuanya. Padahal pujian yang tulus akan memiliki efek luar biasa bagi si penerima. Cobalah untuk membiasakan diri dalam memberikan pujian pada anak saat anak terlihat bersungguh-sungguh belajar atau melakukan sesuatu. Percayalah pujian tulus Anda akan mampu membakar semangat anak untuk lebih bersungguh-sungguh lagi dalam belajar.

5. Bantu anak mengenali potensi belajar yang dimilikinya, termasuk keunggulan dan kelemahannya dalam belajar.
Setiap manusia itu unik, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, begitupula dengan anak Anda. Bantulah anak Anda untuk segera mengetahui potensi belajarnya. Apakah dia unggul dalam Matematika, Bahasa, Olahraga atau pelajaran lainnya. Berilah penjelasan pada anak agar dia tidak terlalu memaksakan diri untuk selalu menjadi yang terbaik dalam setiap mata pelajaran, tapi dukunglah dia untuk terus melakukan yang terbaik yang dia bisa dalam mempelajari setiap pelajaran.

6. Bantu anak menemukan “Gaya Belajar” yang cocok dengan dirinya.
Seringkali kita temui anak yang berprestasi rendah bukanlah selalu anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang rendah pula. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar seorang anak. Salah satunya adalah karena mayoritas sekolah yang ada di Indonesia kurang mengakomodir berbagai tipe gaya belajar yang dimiliki siswanya. Menurut De Porter dan Hernacki (2012) terdapat tiga tipe gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi. Ketiga gaya belajar tersebut adalah Gaya Belajar Visual (mengandalkan penglihatan atau melihat bukti), Gaya Belajar Auditori (mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingat), dan Gaya Belajar Kinestetik (mengandalkan sentuhan atau pengalaman melakukan sesuatu dalam memahami informasi tertentu). Mayoritas sekolah hanya mengakomodir mereka yang memiliki tipe gaya belajar visual saja, dan kurang memfasilitasi siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori ataupun kinestetik. Jika demikian, maka tugas Anda sebagai orang tua-lah untuk bisa membantu anak Anda belajar sesuai dengan tipe gaya belajar yang dimilikinya, khususnya saat anak Anda belajar di rumah.

7. Selalu menjadi tauladan bagi anak, termasuk dalam hal belajar.
Anak adalah cerminan orang tua. Siapa orang tua anak dan bagaimana anak tersebut dididik dan dibesarkan akan sangat terlihat dalam performa anak sehari-hari. Anak akan selalu mencontoh perilaku orang tuanya, baik ataupun buruk. Berusahalah untuk selalu jadi tauladan yang baik bagi anak-anak Anda. Jika Anda menginginkan anak Anda selalu termotivasi untuk belajar, terlebih dahulu cobalah terapkan pada diri Anda prinsip Lifelong Learning (Belajar Sepanjang Hayat). Artinya, jangan pernah berhenti belajar. Teruslah meningkatkan kemampuan diri dalam situasi apapun. Jika Anda selalu mencontohkan hal tersebut, kemungkinan besar tanpa Anda banyak mengingatkan anak untuk belajar pun, anak Anda akan belajar dengan sendirinya karena melihat contoh dari Anda.

8. Terima anak apa adanya, dengan penuh rasa syukur sebagai suatu karunia dan kesempatan yang telah Tuhan berikan kepada Anda.
Hal paling penting dari segalanya adalah terimalah anak Anda apa adanya. Syukuri buah hati Anda ini sebagai anugerah terindah dan paling luar biasa yang Anda terima dari Tuhan. Dengan menerima anak Anda apa adanya, Anda tidak akan menggantungkan harapan-harapan yang sulit diraih anak. Cinta yang tulus dan penerimaan tanpa syarat dari Anda akan sangat dirasakan oleh anak, dan itu adalah hal yang paling dibutuhkan anak sebagai bekal dalam mengarungi kerasnya kehidupan, termasuk dalam mengatasi hambatan atau kesulitan dalam belajar.

Beberapa cara sederhana yang bisa Anda lakukan dalam rangka mengenali potensi diri yang Anda miliki adalah sebagai berikut.

  1. Perhatikan hal-hal yang Anda sukai

Setiap manusia bahkan anak kecil sekalipun pasti memiliki kecenderungan untuk menyukai hal-hal tertentu, misalnya menyukai musik, menyanyi, menggambar, olahraga, bahkan hal-hal kecil seperti senang berfoto atau bergaya, senang mengatur barang-barang atau orang, makan, bermain game, jalan-jalan, dan sebagainya. Meskipun sederhana, hal-hal yang Anda sukai ini bisa Anda jadikan pedoman untuk mengidentifikasi apa yang menjadi bakat atau potensi Anda. Jangan pernah berhenti bereksplorasi dalam melakukan atau menikmati hal-hal yang menjadi minat atau kesukaan Anda, dengan tetap bertanggung jawab terhadap komitmen waktu misalnya.

  1. Perhatikan aktivitas yang biasa Anda lakukan dalam rentang waktu cukup lama dan tanpa keluhan, bahkan Anda sangat enjoy dalam melakukan aktivitas tersebut.

Cobalah untuk lebih jeli dalam memperhatikan aktivitas sehari-hari Anda. Akan ada satu atau beberapa aktivitas atau kegiatan yang cenderung sering Anda lakukan serta dengan tempo waktu yang cukup lama. Anehnya meskipun lama, Anda tidak pernah mengeluh lelah atau bosan dengan aktivitas tersebut. Sebaliknya, Anda sangat menikmatinya. Misalnya aktivitas mengutak-atik kendaraan bermotor Anda, aktivitas berkebun, memasak, dan sebagainya. Hal-hal seperti ini bisa Anda jadikan acuan bagi Anda dalam mengenali potensi atau bakat yang Anda miliki .

  1. Perhatikan aktivitas atau kegiatan atau pekerjaan yang bisa Anda lakukan dalam waktu singkat dan nyaris tanpa kendala atau kesulitan.

Yakinlah setiap orang pasti memiliki kelebihan tertentu. Cobalah lebih jeli dalam memperhatikan setiap aktivitas atau kegiatan yang Anda lakukan. Diantara sekian banyak aktivitas atau kegiatan ataupun pekerjaan yang biasa Anda lakukan, pasti ada minimal satu hal yang benar-benar sangat Anda kuasai. Bahkan Anda dapat melakukan hal tersebut dalam waktu yang relatif singkat serta tanpa kendala atau kesulitan yang berarti, sementara orang lain butuh waktu lama untuk melakukan atau menyelesaikan hal yang sama, dan tak sedikit orang yang mengatakan bahwa hal tersebut sulit dilakukan. Misalnya kemampuan Anda dalam menguasai software dan aplikasi computer, kemampuan Anda dalam menyusun proposal kegiatan, kemampuan Anda dalam memimpin suatu kegiatan, dan sebagainya. Mengetahui satu atau beberapa kelebihan atau keahlian yang Anda miliki akan sangat membantu Anda dalam mengembangkan bakat atau potensi Anda agar dapat berkembang secara optimal.

  1. Perhatikan aktivitas atau kegiatan apa saja yang sangat ingin Anda lakukan tapi karena berbagai hal belum bisa dilaksanakan.

Seringkali Anda mengatakan ingin ini ingin itu berkaitan dengan aktivitas tertentu tapi karena berbagai alasan belum sempat terealisasi. Misalnya Anda ingin meningkatkan kemampuan bahasa asing Anda, ingin lebih banyak meluangkan waktu untuk mengembangkan hobi fotografi Anda, atau Anda ingin mulai membuka usaha kuliner, dan lain sebagainya. Aktivitas-aktivitas yang sangat ingin Anda lakukan tersebut sebenarnya bisa mengantarkan Anda pada penemuan passion atau bahkan potensi dan bakat-bakat Anda.

  1. Perhatikan cita-cita atau impian masa depan Anda.

Coba Anda ingat-ingat lagi apa cita-cita dan impian masa depan Anda, bahkan mungkin cita-cita masa kecil Anda. Banyak dari cita-cita masa kecil seseorang (termasuk penulis sendiri) yang benar-benar tercapai saat dewasa kelak. Mengingat kembali apa saja cita-cita dan impian Anda selama ini bisa jadi akan membawa Anda pada proses penemuan potensi diri yang selama ini membingungkan Anda.

Mari Mengajak Anak Menyukai Aktivitas Belajar
Seringkali kita mendengar keluhan orang tua tentang anaknya yang sulit sekali mau belajar di rumah. Anak-anak lebih senang melakukan aktivitas bermain daripada belajar. Jika bukan karena akan menghadapi ulangan/ujian, atau ada tugas yang harus dikerjakan di rumah (untuk yang satu inipun tidak jarang siswa baru mengerjakan tugas/pekerjaan rumahnya setelah tiba di sekolah, itupun tak jarang dengan mencontek/meniru hasil pekerjaan temannya), jarang sekali anak-anak terlihat asyik atau sibuk belajar di rumah. Bagi kebanyakan anak belajar masih merupakan suatu kewajiban dan hal berat yang harus dilakukan, belum menjadi suatu aktivitas yang menyenangkan dan mereka butuhkan.
Keberhasilan belajar anak bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru di sekolah. Orang tua memiliki peranan yang sama besarnya dengan guru ataupun sekolah, terutama dalam memfasilitasi dan mengkondisikan anak untuk senang belajar, khususnya di rumah. Aktivitas apapun (termasuk belajar) jika dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan tentunya tidak akan menjadi beban. Selama ini, anak-anak sulit diajak belajar mungkin salah satu penyebabnya adalah karena suasana belajar yang tercipta baik di sekolah maupun di rumah kurang menarik perhatiannya.

Beberapa hal berikut bisa dilakukan orang tua untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi anak-anaknya di rumah, yaitu :
1. Jadilah Inspirasi Bagi Anak
Tidak sedikit orang tua yang ‘rajin’ memberikan nasihat pada anak-anaknya tentang pentingnya belajar. Sebagian yang lain lebih senang memasukkan anaknya ke berbagai les ataupun bimbingan belajar, bahkan ada pula yang dengan otoriter manjadwalkan waktu belajar khusus untuk anak-anaknya di rumah. Semua itu memang hak setiap orang tua untuk melakukan yang terbaik bagi anak-anaknya, hanya seringkali nasihat saja tidak cukup, bahkan tak jarang anak cenderung bosan mendengar orang tua menasihatinya terus-menerus. Belajar dalam waktu yang panjang dan terus-menerus juga tidak akan menjamin bahwa kegiatan belajar anak akan lebih efektif, dan belajar dalam kondisi terpaksa tentunya bertentangan dengan prinsip bahwa belajar akan efektif jika dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan (Quantum Learning, 2000).
Anak-anak lebih membutuhkan inspirasi daripada sekedar nasihat ataupun pemaksaan. Meskipun tidak mudah cobalah untuk menjadi inspirasi bagi anak-anak kita. Semangat kita untuk terus mau belajar hal baru, semangat kita dalam berprestasi di lingkungan kerja, kesungguhan kita untuk terus menerus menerapkan prinsip belajar sepanjang hayat (Life Long Learning) sesungguhnya akan terbaca dan dirasakan oleh anak-anak kita, dan itulah yang akan menginspirasi mereka untuk menyenangi aktivitas belajar, untuk penasaran karena belum menguasai hal baru, untuk tidak sabar karena ingin segera menaklukan hal-hal sulit.
2. Jeli Menemukan Minat Anak
Setiap anak itu unik. Mereka memiliki bakat (kemampuan), minat, juga kepribadian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Untuk mengetahui ketiga hal tersebut, saat ini telah banyak tes-tes psikologi (psikotes) yang bisa dimanfaatkan oleh orang tua dalam rangka memahami kondisi psikologis anak-anak mereka. Khusus untuk minat, sebetulnya orang tua bisa saja memahami minat yang dimiliki anaknya tanpa melalui psikotes sekalipun, karena meskipun sifatnya temporer minat itu berkaitan dengan apa yang cenderung lebih disukai anak dalam kehidupan sehari-hari.
Mengetahui apa yang menjadi minat anak merupakan bekal bagi orang tua dalam mengkondisikan kegiatan belajar anak di rumah agar lebih menyenangkan. Mempelajari sesuatu yang disukai akan terasa lebih mudah dan menyenangkan dibandingkan dengan mempelajari apa yang tidak kita suka. Gunakan momen-momen saat anak menunjukan ketertarikannya terhadap sesuatu dengan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan konsep-konsep ataupun materi pelajaran. Jika memungkinkan, memfasilitasi kebutuhan belajar mereka dengan hal-hal yang berkaitan dengan minat mereka juga bisa membuka diskusi atau pembicaraan antara anak dan orang tua, dimana orang tua bisa mulai menanamkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan untuk dilakukan.
3. Jangan Terpaku Pada Hasil, Tapi Ajak Anak Untuk Menikmati Prosesnya
Tak bisa dipungkiri bahwa pada umumnya baik orang tua maupun guru percaya bahwa indikator keberhasilan belajar anak terlihat dari prestasi akademik yang diperoleh anak di sekolah. Sehingga saat menemukan anak dengan prestasi belajar rendah baik dalam mata pelajaran tertentu ataupun secara keseluruhan, upaya yang paling sering dilakukan guru ataupun orang tua adalah dengan cara memberinya pelajaran tambahan ataupun les. Padahal sesungguhnya banyak faktor yang menimbulkan kondisi-kondisi kesulitan belajar yang dihadapi anak, baik secara internal maupun eksternal. Tanpa mengetahui dengan benar penyebab kesulitan belajar yang dihadapi anak, sesungguhnya akan sulit bagi guru ataupun orang tua untuk membuat prestasi akademik anak tersebut membaik hanya dengan cara memberinya pelajaran tambahan saja.
Saat ini sumber belajar bisa diakses anak dari mana saja, tidak hanya terbatas dari guru di kelas. Perpustakaan cukup lengkap untuk mengakomodir keingintahuan anak, internet lebih representatif lagi karena bisa diakses dimana saja dan kapan saja. Tugas guru dan orang tua sesungguhnya adalah bagaimana membuat anak-anak menyenangi aktivitas belajar, menyukai ilmu pengetahuan, dan selalu haus untuk mempelajari dan menguasai hal baru. Jika anak telah merasakan hal tersebut dalam dirinya, sesungguhnya tanpa diajarkan sekalipun mereka pasti akan mencarinya sendiri, tanpa diwajibkan untuk belajar atau sekolahpun mereka akan mencuri-curi waktu untuk melakukan hal-hal yang memuaskan keingintahuannya terhadap ilmu pengetahuan.
Biasakan pula untuk tidak memasang target-target akademik yang harus dicapai anak, karena target yang tidak realistis seringkali hanya menambah beban anak dan membuatnya frustrasi, bahkan bagi anak berkemampuan unggul sekalipun. Kondisikan anak untuk bisa menikmati setiap aktivitas belajar, karena sesungguhnya proses yang baik akan cenderung menghasilkan hasil yang baik, tetapi hasil yang baik belum tentu karena melewati proses yang baik pula.

Annur Aliyyu

Hati-hati Memberikan “Umpan Balik” Pada Anak
Oleh : Annur Aliyyu

Seorang remaja menulis sebuah status dalam akun facebooknya seperti ini : “Tak pernah ada yang tau apalagi mengingatnya saat aku berbuat hal baik ataupun benar, tetapi saat aku melakukan kesalahan atau hal buruk lainnya, maka seluruh dunia akan mengetahui serta selalu mengingatnya.”

Sebagai orang tua ataupun pendidik, rasanya pernyataan di atas perlu untuk kita renungkan bersama, karena disadari atau tidak memang itulah kenyataan yang sering dialami anak baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah. Seringkali kita beranggapan bahwa jika anak berperilaku baik itu merupakan hal biasa, hal wajar, dan hal yang sudah semestinya dilakukan oleh anak, sehingga orang tua tidak harus mengapresiasinya baik dengan pujian, pernyataan kebanggaan, ataupun pemberian kepercayaan yang lebih besar. Misalnya saja jika anak remaja terbiasa merapikan kamar tidurnya, membantu beberapa pekerjaan rumah, bersikap baik (tidak bertengkar) dengan saudara-saudaranya, dan hal baik lainnya, nyaris tidak akan menjadi perhatian utama orang tua karena hampir sebagian besar orang tua menganggap bahwa semua perbuatan itu memang sudah sepantasnya dilakukan oleh anak.

Begitupun di lingkungan sekolah, saat anak setiap hari hadir di sekolah, menyimak pelajaran dengan antusias, mengerjakan tugas dan PR (pekerjaan rumah) tepat waktu, bersikap baik terhadap teman dan guru, dan juga hal baik lainnya yang dilakukan di sekolah, masih banyak guru yang beranggapan bahwa itu juga hal yang sudah seharusnya menjadi kewajiban siswa di sekolah. Karena anggapan wajar atau sudah sepantasnya inilah akhirnya baik orang tua ataupun guru jarang sekali memberikan umpan balik positif berupa ungkapan-ungkapan yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri anak. Padahal sesungguhnya, jika dilakukan dengan tepat maka umpan balik positif ini akan menjadi penguatan (reinforcement) bagi anak untuk mempertahankan perilaku baik yang sudah berhasil dilakukannya, bahkan akan memotivasi anak untuk berusaha meningkatkannya menjadi lebih baik lagi.

Tidak demikian jika terjadi sebaliknya, orang tua akan lebih cepat bereaksi saat anak melakukan hal-hal buruk yang membuat mereka kesal. Berbagai ungkapan kekesalan mulai dari membicarakan perilaku buruk anak, memarahi, sampai memberikan label buruk pada anak (seperti menyebut anak si pemalas, si keras kepala, dan lain sebagainya), mudah sekali terlontar dari para orang tua. Ada juga orang tua yang senang membicarakan perilaku buruk anaknya kepada orang lain, bahkan jika anaknya mendengar apa yang dia bicarakan.

Tidak banyak berbeda dengan kondisi di sekolah, masih saja ada guru yang memberikan respon kurang tepat terhadap perilaku buruk siswa di sekolah, ada yang bereaksi dengan memarahi, mengabaikan, bahkan ada juga yang senang memberikan label buruk . Padahal untuk mengubah atau memperbaiki perilaku buruk siswa tersebut diperlukan kesabaran dan ketulusan dari para guru. Dengan memarahi saja rasanya tidak akan menyelesaikan masalah. Mungkin sesaat memang bisa meredam perilaku buruk siswa, tetapi saat seseorang sedang marah rasanya sulit sekali untuk bisa mengontrol apa yang disampaikan, kemungkinan ada hal-hal yang membuat siswa tersinggung, sakit hati, bahkan dendam bisa saja terjadi. Begitu juga jika diabaikan, selain siswa tidak akan merasa menyesal dengan kesalahan yang telah dilakukannya, siswa pun akan merasa bahwa gurunya tidak peduli, tidak memperhatikan bahkan saat dirinya melakukan kesalahan. Pemberian label buruk pun tidak akan berdampak baik, julukan pemalas, tidak disiplin, tukang bikin onar, dan sebagainya tanpa disadari akan menginternal kedalam diri siswa dan justru akan mengarahkan siswa untuk berperilaku sesuai dengan label buruk yang diberikan padanya.

Sebagai individu yang tentu saja lebih dewasa daripada anak, ada baiknya kita sebagai orang tua maupun guru untuk selalu memiliki kontrol diri (self control) yang baik. Sehingga saat kita dihadapkan pada situasi dimana kita harus menghadapi perilaku anak yang membuat kita kesal bahkan terpancing amarah, kita tetap bisa mengontrol emosi kita dengan baik, serta tidak terpancing untuk mengeluarkan umpan balik berupa respon-respon negatif yang akan berdampak pada menurunnya rasa percaya diri dan harga diri anak.

Ilustrasi di bawah ini bisa dijadikan gambaran betapa reaksi yang berbeda untuk situasi yang sama bisa memberikan efek yang berbeda pada anak . Contohnya saat orang tua memiliki anak remaja yang sulit sekali untuk mau membereskan kamar tidurnya, daripada bereaksi seperti ini : “ Kamu ini gimana sih, susah banget dikasih taunya.., apa susahnya sih membereskan kamar tidur sendiri, masa ini juga harus Ibu yang mengerjakan..dasar pemalas!” lebih baik jika bisa mengatakan seperti ini : “ Kamarmu berantakan sekali sayang.., tidak biasanya kamu bersikap tidak peduli seperti ini, kamu yang Ibu kenal selalu bisa bertanggung jawab untuk apapun yang menyangkut kehidupanmu.., ada apa sayang? Mungkin ada yang bisa Ibu bantu?”.

Reaksi yang pertama adalah contoh umpan balik negatif, dimana sang Ibu menunjukkan perasaan kesal, marah, bahkan tanpa disadari telah memberikan label pemalas terhadap anaknya. Selanjutnya bisa dibayangkan kalaupun anak akhirnya mau membereskan kamar tidurnya, itu tidak didorong oleh kesadaran yang muncul dari dalam diri anak sendiri bahwa dia harus bisa bertanggung jawab terhadap kebersihan dan kerapihan kamar tidurnya. Anak hanya mau melakukan itu semua untuk membuat ibunya berhenti memarahinya. Sementara reaksi yang kedua adalah salah satu contoh untuk umpan balik positif. Terasa bahwa sang Ibu kesal karena anaknya tidak mau membereskan kamar tidurnya (dengan mengatakan Kamarmu berantakan sekali sayang..,) tapi juga mampu mengontrol emosinya agar tidak meledak menjadi amarah. Disana juga ada penghargaan (terasa saat ibu mengatakan kamu yang Ibu kenal selalu bisa bertanggung jawab untuk apapun yang menyangkut kehidupanmu..), dan yang lebih penting disana ada kepedulian (saat ibu bertanya ada apa sayang? Mungkin ada yang bisa Ibu bantu?).

Ilustrasi untuk seting persekolahan bisa seperti ini. Saat ada siswa yang biasanya sering bolos sekolah dan sekarang mulai ada perubahan, manfaatkanlah untuk memberinya penguatan positif. Daripada dibiarkan begitu saja ada baiknya jika guru mengatakan hal hal seperti ini : “Ibu bangga sekali padamu karena akhirnya kamu berhasil meninggalkan kebiasaan burukmu yang seringkali bolos sekolah..nah, sebagai bentuk penghargaan Ibu padamu, mulai hari ini kamu Ibu tugaskan untuk mencatat agenda harian kelas..setiap harinya kamu harus mencatat siapa saja siswa yang tidak sekolah karena sakit, ijin, ataupun alpa, begitupun yang kesiangan..harus kamu catat semua, Ibu percaya kamu akan bertanggung jawab dan senang melakukannya..”. Meskipun di bagian akhir kalimat guru memberikan tugas, tapi tugas tersebut tidak akan memberatkan siswa, sebaliknya tugas itu merupakan ganjaran (reward) yang bukan berbentuk materi tapi akan membuat siswa merasa bangga dan merasa dihargai oleh gurunya, yang pada akhirnya akan menumbuhkan rasa percaya diri serta keyakinan pada siswa bahwa dia bisa melakukan hal-hal baik dan berguna.

Oleh : Annur Aliyyu

Bagi sebagian orang menghadapi sesuatu yang baru bukanlah perkara mudah, ada ketegangan sekaligus juga ada tantangan. Bagaimana tidak, hal baru biasanya terasa lebih sulit karena belum terbiasa, sementara karena sudah menjadi kebiasaan, sesuatu yang sudah berlangsung lama biasanya terasa lebih mudah dan nyaman. Begitu pula saat Anda dihadapkan pada situasi kerja yang baru, menjadi karyawan baru, pindah ke departemen baru, ataupun mendapat promosi jabatan baru. Tidak semua orang mampu untuk segera menyesuaikan diri dengan baik (well adaptive) saat memasuki lingkungan kerja baru. Padahal proses penyesuaian diri yang Anda lakukan di masa-masa awal bekerja tersebut akan sangat mempengaruhi keberhasilan karir Anda selanjutnya.

Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan saat Anda menjadi pendatang baru di tempat kerja, dan jika Anda mampu melakukannya dengan baik maka hal tersebut akan menjadi soft skill yang memungkinkan karir Anda dapat melejit dengan mulus, juga membuat Anda menjadi New Kid on The Block (pendatang baru) yang dicintai oleh rekan kerja maupun atasan Anda.

1. Jadilah Pembelajar Cepat
Saat memasuki lingkungan kerja baru, siapkan energi dan mental untuk segera mengenal dan memahami lingkungan kerja dengan cepat. Untuk job description, Anda harus sudah memahami benar apa yang akan menjadi to do list Anda karena semua itu biasanya sudah dijelaskan saat wawancara akhir. Hal yang tak kalah penting untuk segera dipelajari adalah situasi lingkungan sosial yang berlangsung di tempat kerja seperti interaksi antar karyawan, pola-pola reaksi sosial, dan lain sebagainya. Semakin cepat Anda mengenal dan memahami lingkungan kerja baru tersebut semakin cepat pula Anda dapat beradaptasi dan merasa nyaman di tempat baru.

2. Jangan Lupakan Etika
Seorang karyawan atau pegawai baru biasanya datang dengan idealisme yang cukup kuat. Mata yang masih “fresh” akan dengan mudah mengenali kejanggalan-kejanggalan yang ada. Hal-hal seperti adanya alur birokrasi yang rumit, karyawan yang tidak bekerja sebagaimana seharusnya, cara kerja yang tidak efisien, serta berbagai penyimpangan prosedur dalam pekerjaan, akan dengan mudah tertangkap dalam pandangan mata karyawan baru. Konsep ideal mengenai dunia kerja seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Menjadi seorang pembaharu yang membawa angin segar terhadap pengembangan institusi atau perusahaan memang menjadi impian setiap orang. Tetapi hal tersebut jangan sampai malah mengundang antipati dari rekan kerja maupun atasan Anda. Setiap orang tidak mau disalahkan. Setiap orang tidak akan mau diaanggap tidak kompeten. Perubahan yang revolusioner biasanya cenderung banyak mendapatkan penolakan. Ubahlah apa yang bisa Anda ubah sedikit demi sedikit dengan tetap memperhatikan etika dan respek terhadap rekan kerja terlebih terhadap atasan Anda.

3. Ringan Tanganlah
Mau membantu tugas atau pekerjaan rekan kerja Anda merupakan salah satu bentuk perhatian dan kepedulian Anda terhadap lingkungan pekerjaan. Selama Anda bisa, ada waktu, dan tidak mengganggu tugas utama Anda rasanya tidak ada salahnya melakukan hal demikian. Jangan biasakan diri untuk selalu menghitung untung rugi. Anggaplah kegiatan membantu rekan kerja merupakan salah satu bentuk upaya Anda untuk meningkatkan produktivitas diri Anda. Urusan kesejahteraan akan mengikuti dengan sendirinya, meskipun tidak harus selalu berbentuk materi, tapi bentuk lain seperti hubungan sosial yang hangat dan kuat, itu juga akan sangat menunjang keberhasilan karir Anda di masa mendatang.

4. Bersikap Netral
Adanya “klik” di tempat kerja itu hal biasa. Sebagai karyawan baru sedapat mungkin Anda harus berusaha bersikap netral dengan tidak memihak kubu manapun. Fokuslah pada pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Anda dan bekerja samalah dengan siapapun Anda diharuskan bekerja. Jangan pernah melibatkan diri pada situasi yang penuh “gosip” ataupun pergunjingan, karena itu semua akan mempengaruhi penilaian Anda terhadap rekan kerja, dan tentu saja itu akan sangat mengganggu ketenangan Anda dalam bekerja.

5. Hindari Godaan Affair di Tempat Kerja
Sesuatu yang baru hampir selalu menarik untuk diperhatikan. Sebagai karyawan baru sebaiknya jaga sikap dan tingkah laku Anda sewajar mungkin. Tanpa Anda bertingkah aneh-aneh pun sudah pasti Anda akan menjadi pusat perhatian. Jangan bereaksi berlebihan seandainya ada lawan jenis yang memberikan perhatian lebih pada Anda (terutama bagi Anda yang sudah memiliki pasangan). Memang perselingkuhan seringkali terjadi di tempat kerja dimana masing-masing individu sedang berada dalam performa yang maksimal dengan rentang waktu kebersamaan yang cukup lama, belum lagi keakraban yang terjalin selama berada dalam teamwork biasanya cukup menggoda untuk dilanjutkan. Tapi ingatlah kebanyakan affair di tempat kerja berakhir petaka, dan sebaiknya Anda tidak memilih menjadi bagian dari hal buruk tersebut.

Sekarang bagaimana, sudah siapkah Anda untuk menjadi pendatang baru yang sukses? Yang dicintai rekan kerja maupun atasan Anda? Let’s work it out and have fun with your job everyday!

Like Father Like Son

Posted: 27 Desember 2011 in Parenting
Tag:,

Oleh : Annur Aliyyu

Seringkali kita menemukan ada anak yang secara fisik mirip sekali dengan ayah ataupun ibunya. Hal itu tidaklah mengherankan mengingat secara biologis gen pembawa ciri fisik yang dimiliki oleh anak memang diturunkan dari kedua orang tuanya.Tetapi tidak jarang pula selain ciri fisik yang mirip sekali dengan orang tuanya, ada juga anak yang memiliki pembawaan, sifat, temperamen, bahkan potensi kepribadian yang juga hampir persis seperti orang tuanya. Apakah hal tersebut juga diturunkan secara biologis seperti gen pembawa ciri fisik?

Kecenderungan setiap anak adalah meniru orang-orang terdekatnya (objek lekatnya), orang tuanya (bisa juga objek lekat lain seperti nenek, pengasuh, dan sebagainya). Pengalaman-pengalaman belajar di awal-awal kehidupan anak sebagian besar berasal dari proses peniruan (imitation). Meniru bagaimana cara orang tuanya makan, meniru cara orang tuanya berbicara dan berinteraksi dengan orang lain, bahkan sampai meniru bagaimana cara orang tuanya menyelesaikan masalah (apakah dengan kekerasan, pertengkaran, mengalah, menangis, ataupun yang lainnya). Orang tua merupakan contoh atau panutan atau model peran (role model) yang pertama dan utama bagi anak. Jika role modelnya positif tentu akan berpotensi membentuk karakter dan perilaku anak yang positif pula, dan jika sebaliknya tentunya juga akan memberi peluang pada anak untuk memiliki kecenderungan karakter dan perilaku yang negatif pula. Secara kasuistis mungkin ada yang berbeda tetapi secara umum anak adalah cerminan orang tuanya, Like Father Like Son.